Peringatan pemerintah Australia kepada warganya yang berada di Indonesia
menyusul ketegangan kedua negara tidak mempengaruhi kunjungan wisatan Negeri Kanguru ke Pulau Dewata.
Ketua Asita Bali Ketut Ardhana saat dimintai konfirmasi di Denpasar, Jumat (22/11), mengatakan karakter orang Australia tidak terlalu mempedulikan peringatan yang dikeluarkan pemerintah negaranya.
"Ada banyak peringatan mulai dari travel advisory, travel warning. Namun orang Australia tetap saja datang ke Bali. Mereka tidak pernah mempedulikan hal tersebut. Mereka tetap saja datang ke Bali," ujarnya.
Menurut Ardhan, sepanjang sejarah yang ia ketahui di dunia biro perjalanan, orang Australia memang terkenal cuek. Jangankan ketegangan akibat kasus penyadapan oleh Australia kepada sejumlkah pejabat Indonesia, termasuk Presiden SBY, saat terjadi pengeboman di Bali pada 2002 dan 2005 wisatawan Australia tetap berkunjung ke Bali.
"Mereka tetap saja mengganggap Bali sebagai second home (rumah kedua). Karena dibandingkan dengan berlibur di beberapa kota di Australia, biaya liburan di Bali lebih murah, pemandangannnya indah, dan penduduknya ramah," ujarnya.
Sementara itu, Ketua PHRI Kabupaten Badung Rai Wijaya menjelaskan, peringatan untuk berhati-hati ke Bali yang dikeluarkan pemerintah Australia memang tidak mempengaruhi kedatangan wisatawan asal negara tetangga itu.
"Buktinya, wisatawan Australia tetap yang terbanyak di Bali. Belum lagi orang Australia yang sudah menetap di Bali juga masih sangat banyak," ujarnya.
Hal senada dikatakan Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali Ida Bagus Ngurah Wijaya. Ia menyebutkan peringatan tersebut sama sekali tidak menurunkan minat orang Australia datang ke Bali.
"Ketegangan itu antara pemerintah, dan bukan bagi masyarakat umum atau wisatawan. Biarkanlah pemerintah Indonesia dan Australia menyelesaikan masalah penyadapan dengan baik. Sementara hubungan ekonomi, pariwisata tetap berjalan seperti biasa," ujarnya.
Peringatan yang dikeluarkan Pemerintah Australia tersebut lebih bertujuan agar wisatawan berhati-hati karena ketegangan kedua negara memicu unjuk rasa. Menurutnya, sampai saat seluruh agen perjalanan wisata di Bali tetap menjual Bali tanpa mempedulikan kondisi politik.
TAGS: LifeStyle, Travelling
Ketua Asita Bali Ketut Ardhana saat dimintai konfirmasi di Denpasar, Jumat (22/11), mengatakan karakter orang Australia tidak terlalu mempedulikan peringatan yang dikeluarkan pemerintah negaranya.
"Ada banyak peringatan mulai dari travel advisory, travel warning. Namun orang Australia tetap saja datang ke Bali. Mereka tidak pernah mempedulikan hal tersebut. Mereka tetap saja datang ke Bali," ujarnya.
Menurut Ardhan, sepanjang sejarah yang ia ketahui di dunia biro perjalanan, orang Australia memang terkenal cuek. Jangankan ketegangan akibat kasus penyadapan oleh Australia kepada sejumlkah pejabat Indonesia, termasuk Presiden SBY, saat terjadi pengeboman di Bali pada 2002 dan 2005 wisatawan Australia tetap berkunjung ke Bali.
"Mereka tetap saja mengganggap Bali sebagai second home (rumah kedua). Karena dibandingkan dengan berlibur di beberapa kota di Australia, biaya liburan di Bali lebih murah, pemandangannnya indah, dan penduduknya ramah," ujarnya.
Sementara itu, Ketua PHRI Kabupaten Badung Rai Wijaya menjelaskan, peringatan untuk berhati-hati ke Bali yang dikeluarkan pemerintah Australia memang tidak mempengaruhi kedatangan wisatawan asal negara tetangga itu.
"Buktinya, wisatawan Australia tetap yang terbanyak di Bali. Belum lagi orang Australia yang sudah menetap di Bali juga masih sangat banyak," ujarnya.
Hal senada dikatakan Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali Ida Bagus Ngurah Wijaya. Ia menyebutkan peringatan tersebut sama sekali tidak menurunkan minat orang Australia datang ke Bali.
"Ketegangan itu antara pemerintah, dan bukan bagi masyarakat umum atau wisatawan. Biarkanlah pemerintah Indonesia dan Australia menyelesaikan masalah penyadapan dengan baik. Sementara hubungan ekonomi, pariwisata tetap berjalan seperti biasa," ujarnya.
Peringatan yang dikeluarkan Pemerintah Australia tersebut lebih bertujuan agar wisatawan berhati-hati karena ketegangan kedua negara memicu unjuk rasa. Menurutnya, sampai saat seluruh agen perjalanan wisata di Bali tetap menjual Bali tanpa mempedulikan kondisi politik.
TAGS: LifeStyle, Travelling
0 Response